Stunting VS Stunted : Is it really only about the height ?

“Bayangkan bila kamu tak punya pekerjaan atau uang yang cukup, sehingga kamu dan anakmu terpaksa hanya makan dua-empat suap nasi tanpa lauk sehari, atau tak makan seharian.”

Begitulah potret sehari-hari dari keluarga prasejahtera yang memiliki anak kurang gizi. Tak sanggup membeli makanan sehat dalam jumlah yang cukup, terpaksa makan makanan yang sangat sederhana seperti sedikit nasi yang dicampur sedikit mi instan atau tak makan sama sekali.

Apakah ada orang yang mengalami kehidupan seperti itu? Ya, hasil riset di daerah pilot project Shop141id bersama @1healthcollaboraction menunjukkan fakta tersebut.

Disaat kita dapat makan dengan enak, Diluarsana, bahkan terdapat keluarga yang terpaksa hanya memberi 2-3 suap nasi dalam sehari pada anak balitanya, sebut saja Onee (*baca Onii)

Akhirnya, setelah hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang panjang anak tersebut mengalami stunting (kekurangan gizi kronis). Pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut mulai terganggu dan terhambat. Onee pun menjadi gampang terserang penyakit, seperti diare dan demam.

Hal tersebut berlangsung tanpa adanya tindakan untuk memperbaiki gizi Onee. Onee telah berusia diatas lima tahun dan mengalami gagal tumbuh (stunted) yang bersifat permanen (tak bisa diperbaiki)

Onee tak hanya memiliki tinggi badan di bawah tinggi badan anak-anak seusia nya, namun juga memiliki kemampuan kognitif (kecerdasan) di bawah anak yang memiliki gizi cukupSi Onee telah mencapai usia 8 tahun untuk saat ini namun, kemampuannya untuk berbicara masih belum lancar

Di dalam kisah hidupnya ada kalanya Onee hanya mampu terbaring ada kalanya Onee tak sanggup berdiri/berjalan karena lemahnya tungkai nya akibat kebutuhan gizi yang tak terpenuhi.

Ketika dewasa nanti, Onee tak mampu mencapai potensi optimal yang dimiliki, layaknya mereka yang cukup gizi

Ketika dewasa nanti, Onee sangat gampang terserang penyakit, tak hanya penyakit akibat kurang gizi, namun juga penyakit kronis lainnya

Apakah #SobatGizi ingin semakin banyak “Onee” lainnya di Indonesia?